Peringatan Hari Raya Kuningan di Pura Kerti Bhuana

Ridho Ficardo - Yopie Pangkey 10
Acara selesai, kita pulang :)

Pagi itu, Sabtu (20/02/2016), pukul 07:00 saya sudah rapi dan bersiap-siap untuk berangkat ke tempat ibadah umat Hindu di Lampung, Pura Kerti Bhuana. Satu tas peralatan foto sudah siap dari malam, tinggal bawa saja. 1 body kamera, 1 lensa 24-70mm, dan 1 lensa 70-200mm, serta 1 flash. Hari ini saya mau memotret kegiatan Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo, yang dijadwalkan untuk memberi kata sambutan sekaligus menandatangani Prasasti Pembangunan Pura yang bertepatan dengan acara peringatan hari raya Kuningan umat Hindu yang ada di Provinsi Lampung.

View dari Pura Kerti Bhuana - Yopie pangkey
View dari ketinggian Pura Kerti Bhuana.
Pura Kerti Bhuana - Yopie Pangkey 3
View cantik ke arah teluk Lampung.

Pura Kerti Bhuana ini terletak di jalan By Pass Soekarno-Hatta, Way Lunik, Panjang. Jika kita berangkat dari arah terminal Sukaraja, dari jalan Yos Sudarso setelah melewati pelabuhan peti kemas kita harus belok ke kiri memasuki jalan Teluk Ambon dan belok ke kiri lagi memasuki jalan By Pass Soekarno-Hatta. Dari belok kiri terakhir tadi sekitar 2 km kita akan menjumpai Pura yang ada di sisi sebelah kiri jalan, di atas bukit.

Saat saya dan 2 rekan tiba, parkiran mobil di sekitar pura sudah terlihat penuh. Kami harus menjauh dan berbalik arah untuk mendapatkan parkir yang tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Meski harus menyeberang jalan nantinya tak apa lah. Yang penting jalan kakinya dekat.

Matahari begitu terik, saya pikir tidak memakai topi tak jadi masalah. Ini nantinya yang akan saya sesalkan saat kepala mulai sakit di tengah-tengah acara.

Kami pun menunggu kedatangan Gubernur di gerbang masuk. Banyak jualan dadakan, dari pedagang bakso, minuman dingin, penjual ikat pinggang, mainan anak, sampai sebuah merk minuman terkenal dengan air kelapa sebagai produk unggulan pun pasang tenda.

Debu begitu banyak beterbangan di musim penghujan siang itu. Jadi urung makan bakso pedas untuk menghilangkan rasa kantuk yang mulai menghinggap. Kawatir debu-debu ga jelas itu masuk ke perut saya.  Mungkin hawa panas ini yang bikin saya mengantuk. Tapi berharap juga jangan sampai siang ini hujan, susah mendapatkan foto bagus nanti.

Persiapan

Tak lama, serombongan orang berpakaian khas Bali turun dari Pura di atas bukit menuju tempat kami menunggu. Rupanya mereka lah yang bertugas untuk mengiringi tamu dengan tabuhan bernama bleganjur. Tetabuhan yang memang khusus untuk mengiring tamu dalam upacara-upacara keagamaan.

Lalu saya lihat seseorang yang sepertinya tokoh di kalangan umat Hindu Lampung. Memberanikan diri, saya mendekati dan menyapa. “Selamat siang pak. Nanti Bapak yang mengenakan topi dan mengalungi pak Gub dengan sarung ya?” Tanya saya dengan ramah.”

“Ya benar. Mas darimana ya?” Beliau balik bertanya.

“hhhmmmm… anu pak, saya fotografernya anu.” Jawab saya singkat, yang dibalas dengan senyuman oleh beliau.

(sudah lihat ini belum: Menjual Lampung Lewat Fotografi)

Belakangan saya tahu, kalau beliau itu adalah benar salah satu tokoh yang disegani di kalangan umat Hindu Lampung. Tak apalah sedikit nekad, untuk sebuah pekerjaan seringkali kita harus menyapa dengan sopan. Kadang ditanggapi baik kadang juga tidak ditanggapi. Eeehhh… 😀

Akhirnya rombongan gubernur tiba. Beberapa mobil tiba dengan didahului oleh satu buat mobil patwal. Ada beberapa alasan perlunya mobil ini, tapi kita tidak sedang membahasnya. Kapan-kapan saya share apa rasanya naik mobil paling depan ini ya.

Beraksi

Turun dari mobil diperkenalkan dengan tokoh umat Hindu Lampung oleh bli Gede Setiyana.
Turun dari mobil diperkenalkan dengan tokoh umat Hindu Lampung oleh bli Gede Setiyana, yang juga fotografer pribadi gubernur.
Ridho Ficardo - Yopie Pangkey 6
Ridho Ficardo Sesaat sebelum dipasangkan sarung.

Inilah saat-saat saya harus konsentrasi mengamati dan disaat yang tepat harus memencet tombol shutter di kamera. Tidak cukup hanya bermodal kamera dan flash bagus, posisi dan momen sangat menentukan. Setting yang paling sering saya gunakan tentu saja yang semi otomatis. Alasan utama adalah untuk memudahkan mendapatkan momen.

Pilihan saja adalah Aperture Priority, kalau di Nikon tertulis huruf A besar. Di pengaturan itu, kita cukup mengatur diafragma saja. ISO bisa manual bisa automatis juga. Urusan selebihnya kita serahkan sepenuhnya kepada kamera.

Tidak lucu selesai acara foto banyak ga bagus, dan alasan kita adalah salah setting. itu konyol. Banyak momen harusnya banyak dapat foto bagus. Urusan setting jadi nomor dua di sini. Gengsi nomor sepuluh, hehehehe..

Cari Posisi

Posisi juga sangat menentukan. Kita berada di posisi yang tidak tepat, kamera secanggih apapun tidak ada gunanya. Gimana mau memotret kalau kita terhalang banyak orang atau terhalang tiang dan benda-benda lain. Jam terbang sering menentukan di sini. Semakin sering memotret public figure semakin percaya diri kita saat memotret.

Saya dalam hal ini sangat diuntungkan dalam masalah posisi. Saya bebas bergerak kemana pun saya memilih angle karena baik protokol Pemprov maupun pengawal pribadi sudah mengenal muka saya. Wartawan-wartawan pun sudah terbiasa dalam hal ini. Mereka sudah terbukti tahan banting 😀

Ridho Ficardo - Yopie Pangkey 5
Diiringi Bleganjur di kiri kanan.
Saya berlari menaiki tangga sambil sesekali berbalik ke belakang untuk memotret.
Saya berlari menaiki tangga sambil sesekali berbalik ke belakang untuk memotret, dan banyak berdoa jangan sampai tersandung 😀
Ridho Ficardo - Yopie Pangkey 3
Naik tangga lagi, dengkul mulai berasa gemetar..

Hari ini saya hanya membawa satu body kamera, tidak terlalu berat membawa dua lensa dan satu flash. Bayangkan, saya harus berlari di depan rombongan sambil menaiki tangga menuju pura di atas bukit. Lutut lumayan bergetar dibuatnya. Apalagi sudah tidak pernah rutin berolahraga, hehehe….

Tari-tarian

Sebagian umat Hindu yang hadir di peringatan Kuningan.
Sebagian umat Hindu yang hadir di peringatan Kuningan.
Diberkati sebelum menari.
Diberkati sebelum menari.
Menunggu giliran tampil membawakan tari wali "Rejang Dewa".
Menunggu giliran tampil membawakan tari wali “Rejang Dewa”.

Sebelum kata-kata sambutan ada beberapa acara yang ditampilkan. Ada penampilan sekelompok ibu-ibu yang memainkan lagu Hindu dengan menggunakan alat musik Gamolan Pekhing khas Lampung (Cetik). Sayangnya tidak sempat saya foto momen ini. Lalu ada dua tarian yang dibawakan sekelompok gadis usia SMP dan sekelompok lagi anak-anak usia SD.

(Baca ini juga ya: 7 Alasan Jalan-jalan di Daerah Sendiri)

Pura Kerti Bhuana - Yopie pangkey Pura Kerti Bhuana - Yopie Pangkey 2

Kata-kata Sambutan

Yang saya baru tahu ternyata selama Pura Kerti Bhuana ini berdiri Ridho Ficardo adalah Gubernur kedua yang mengunjungi Pura tersebut dan menyempatkan diri mengikuti perayaan Kuningan yang biasa dipusatkan di Pura ini. Demikian itu diapresiasi oleh Tokoh Umat Hindu se-Lampung.

Yang pertama adalah dimasa Gubernur Yasir Hadibroto yang menjabat Gubernur Lampung periode 1978-1988 yaitu untuk meresmikan pendirian Pura tersebut. Sekian puluh tahun kemudian barulah Gubernur Ridho Ficardo yang menyempatkan hadir di tengah-tengah rangkaian perayaan Umat Hindu yang ada di Lampung. Hhhhmmm….

Dalam sambutannya Ridho Ficardo berkata, “Saya jamin, tidak ada diskriminasi umat. Apalagi umat hindu yang ada di Provinsi Lampung saya yakin hampir 99% ber-KTP Lampung, untuk itu jangan pernah merasa menjadi tamu di tanah sendiri. Bapak-Ibu adalah Warga Lampung.” Ujar Ridho Ficardo di depan Ribuan Umat Hindu yang hadir.

Benar kan apa yang dikatakan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo. Karena saya juga merasa sebagai orang Lampung. Kalau ditanya oleh kawan-kawan saya orang mana saya selalu menjawab, “Saya orang Lampung berdarah Menado”.

Nah kalau kamu bagaimana, merasa sebagai orang lokal di daerahmu juga kan?

Ridho Ficardo - Yopie Pangkey 10
Acara selesai, kita pulang 🙂

—–

NB.

Foto-foto lain bisa dilihat di album Flickr yopiefranz.

Dimuat juga di beberapa media cetak dan online, seperti:

  1. http://www.duajurai.com/2016/02/hadiri-perayaan-kuningan-gubernur-lampung-jamin-tak-ada-diskriminasi-agama/
  2. http://www.saibumi.com/artikel-73034-hadiri-perayaan-kuningan-di-pura-kerti-bhuana-ridho-dipuji-oleh-perwakilan-umat-hindu.html
  3. Yang sayang dibuang pastinya ada di www.yopiefranz.com , hehehe
  4. dll.

 

Related posts

16 comments

  1. Cieeee fotografer pak gubernur. Uhuuk haha

    Bagian gemetar naik tangganya bikin deg-degan he he. Bisa kebayang kalau tersandung bakal seperti apa 😀
    Makanya….sering-sering olahraga. Latihan lari naik turun gunung anak Krakatau sana :p

    Punya badan tinggi (pake banget) kayak mas kayaknya jadi penunjang buat ambil foto dengan mudah ya. Ha ha.

    1. kebayangkan posisi ada di depan rombongan, terus kita kesandung dan terjerembab.
      Malunya ga ketulungan itu, hehehehe…
      Postur tubuh sering jadi penyelamat di saat-saat tertentu. Selebihnya karena jam terbang 🙂

  2. Fotonya keren-keren
    Beberapa kali pengen ke Lampung saat hari raya kuningan biar bisa ke Pura Kerthi buana yang piodalan, sayang selalu bentrok dengan acara lain. Postingan ini jadi pengobat rindu sementara waktu deh

    Bagian jangan jadi tamu didaerah kelahiran itu saya setuju banget. Karena jiwa saya lahir dan besar di Kendari jadi klo ada yang nanya saya selalu jawab kampung halaman saya Kendari, meskipun saya sukunya Bali hehe

    1. saya yang bertahun2 di Lampung pun baru kali ini bisa mampir ke pura ini. Banyak hal menarik yang bisa difoto.

      Ya, aneh rasanya kalau sudah lama tinggal di suatu tempat, atau lahir di situ, tetapi tidak diakui sebagai orang setempat. Sedangkan di daerah asal orang tua kita mungkin sudah tidak diakui lagi.

  3. Lokasi Puranya juga pas, posisi diketinggian gitu menjadikam viewnya menarik dari segala sudut

    Iya banget mas, saya klo pulang ke Bali ya ikut kerumah suami, ke kampung bapak ibu ketemunya sama Oom Tante dan para sepupu, karena kakek nenek udah gak ada semua, malah berasa jadi tamu disana 🙂

    1. Iya nih. Tadinya selesai acara ini masih mau nekad nyusul ke Kota Agung lalu ke TNBBS. Tapi itung2 waktu sepertinya ga sempat.
      Lain kali aja ke TNBBS lagi liat bunga raflesia & tarsius.

  4. Dulu heran mengapa banyak benar Pura di depan rumah penduduk saat melintas di sekitar Krui-Bengkunat. Setelah masuk ke Museum Transmigrasi, di undang festival di Lampung, jadi lebih tahu sedikit karena lebih banyak membaca tentang Lampung. Pak Gubernur cerdas, merangkul masyarakat Bali sedemikian rupa 🙂

    1. seorang kawan keturunan Bali cerita, orangtuanya pindah ke Lampung tahun 1963 karena letusan Gunung Agung. Dan saat itu banyak sekali yg masuk ke Lampung. Sekarang mungkin sudah ada turunan ke 3-4 dari mereka yang sudah menjadi orang Lampung.

Comments are closed.