Saya mengikuti sebuah acara berjudul Sosialisasi Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, di Kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, kota Bandar Lampung, Senin (28/03/2016) kemarin.
Acara ini diadakan karena pentingnya pelestarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Lampung. Lampung dengan 13 (tigabelas) kabupaten dan 2 (dua) kota itu sangat kaya akan tradisi dan ekspresi lisan; seni pertunjukan, sastra lisan, upacara adat, situs/bedan purbakala, kerajinan tradisional, dan kuliner.
Ini semua bermula saat saya memberi komentar di status facebook milik Indra Pradya Duniaindra. Dilihat oleh bang Indra Kamaruddin Mulmay, yang langsung mengundang saya saat itu. “Bang Yopie Pangkey diharapkan kehadirannya bersama Teguh Prasetyo oke.” Ajaknya. Tentu saja, undangan ini saya penuhi, untuk mengetahui apa saja sih WBTB Provinsi Lampung yang sudah ditetapkan.
Terus terang yaa.., saya juga baru tau ada istilah Warisan Budaya Tak Benda. Sebelumnya hanya tau warisan budaya itu ya budaya yang diteruskan ke generasi sekarang oleh generasi sebelum. Tak tau ada Warisan Benda dan Tak Benda juga.
Apa sih Warisan Budaya Tak Benda itu?
Menurut definisi dalam Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Konvensi 2003 UNESCO sebagai berikut: “Warisan Budaya Takbenda” meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan –serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya– yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.
Warisan Budaya Takbenda ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, senantiasa diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksinya dengan alam, serta sejarahnya, dan memberikan mereka rasa jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan daya cipta insani.
Warisan Budaya Takbenda tersebut diwujudkan antara lain di bidang-bidang:
a. tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda:
b. seni pertunjukan;
c. adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan;
d. pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta;
e. kemahiran kerajinan tradisional.
Warisan Budaya Tak Benda Lampung
Semakin tahu tentang warisan budaya, saya jadi penasaran apa saja Warisan Budaya Tak Benda Lampung yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Ternyata sejak beberapa tahun lalu Lampung sudah upayakan. Di tahun 2013 Tapis berhasil ditetapkan. Lalu pada tahun 2014 giliran Muayak, Gamolan, Lamban Pesagi, Sigeh Pengunten, Tari Melinting.
Sedangkan pada tahun 2015, WBTB asal Lampung yang ditetapkan adalah Sulam Usus, Sekura Cakak Buah, Gulai Taboh, Cakak Pepadun, dan Seruit. Namun ternyata Lampung masih berhutang ‘kajian ilmiah’ untuk gulai taboh. Mudah-mudahan segera terpenuhi ya.
Nah… di tahun 2016 ini, Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengusulkan 5 (lima) karya budaya yaitu: Maduaro (kain sulam berupa selendang penutup kepala masyarakat Menggala), Nyambai (salah satu bagian perayaan pada upacara perkawinan masyarakat Pesisir Lampung), Tuping (topeng), Warahan (Sastra tutur/lisan), dan Kekiceran (festival tari rakyat).
Mudah-mudahan saya bisa menulis satu-persatu budaya-budaya itu di blog ini. Aamiin..
Para undangan diskusi Warisan Budaya Tak Benda.
Ada @duniaindra & @masteguh juga.
cc @VISIT_LAMPUNG #wbtblampung pic.twitter.com/s4sV3l2nHb— Yopie Pangkey (@yopiefranz) March 28, 2016
Ini Bukan Prestasi Tetapi Kewajiban
Kalimat ini terucap oleh bang Indra Kamaruddin di sela-sela diskusi di sesi akhir. “Ini Bukan Prestasi Tetapi Kewajiban”, sederhana tetapi sangat menusuk di hati saya. Urusan melestarikan budaya takbenda Indonesia, khususnya Lampung, ternyata bukan tugas negara saja.
Apalagi di era globalisasi seperti yang sedang terjadi saat ini, yang tentu saja bisa mempengaruhi nilai-nilai budaya kita. Selain bisa memperkaya budaya yang memang dinamis, di sisi lain juga bisa merusak, dan bahkan hilang. Selain ada masalah intoleransi dan kurangnya Sumber Daya Manusia dalam menjaga warisan budaya tersebut.
Sampai-sampai negara mendorong seluruh lapisan masyarakat mulai dari komunitas, kelompok, individu, dan memberi kesempatan seluas-luasnya untuk bepartisipasi dalam memelihara dan menyebarkan warisan budaya, serta melibatkan mereka secara aktif dalam mengelolanya. Termasuk untuk mendaftar warisaan budaya takbenda, semua bisa akses budaya.kemendikbud.go.id, atau bisa melalui pemerintah provinsi.
Tetapi pak Toto Sucipto, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung, mengatakan, “Budaya seringkali jadi hal yang sensitif, hindari perselisihan. Hendaknya sebelum diusulkan, semua pihak bisa duduk bareng untuk tentukan nama WBTB yang hendak diajukan.”
“Kalau kami di BPNB akan gunakan nama yang paling sering dugunakan di masyarakat.” Lanjut Toto Sucipto.
Sekedar info, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung itu membawahi 4 wilayah kerja, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung.
Lihat daftar #WBTBLampung ini, saya semakin cinta sama Lampung.@duniaindra @masteguh @VISIT_LAMPUNG #WBTBLampung pic.twitter.com/qgh1958uDA
— Yopie Pangkey (@yopiefranz) March 28, 2016
Masih Banyak Warisan Budaya Tak Benda Lampung yang Belum Ditetapkan
“Seiap tahun saya ajak Kepala-kepala Dinas di wilayah kerja saya, untuk sosialisasi cara penetapan WBTB, tapi jarang ada feedback.” Keluh Toto Sucipto.
Wah ternyata susah juga ya ajak daerah-daerah untuk lakukan sosialisasi ini. Kalau begitu menurut saya, Provinsi Lampung ini lumayan aktif. Di tahun 2015 lalu, tepatnya di hari Rabu (10/06/2015), Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung sudah mengadakan acara Sosialisasi Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Cafe Diggers Pahoman.
Tahun 2016 ini malah terpikir untuk mengundang blogger selain undang akademisi dan budayawan, dengan tujuan untuk menyampaikan sosialisasi ini minimal ke kawan-kawan dekat dan secara viral diharapkan bisa menyebar di masyarakat umum.
Perlu diketahui oleh kawan-kawan, Lampung itu sudah mencatatkan 100an WBTB tetapi baru beberapa yang sudah ditetapkan. Karena saat mendaftarkan WBTB tersebut diperlukan kajian ilmiah, foto dan video pendukung. Dan kebanyakan kesulitan kita adalah dalam menyediakan kajian ilmiah.
Tetapi untuk memudahkan pak Toto jelaskan, “Bisa berupa apa saja yang penting mendukung eksistensi karya budaya tersebut, seperti referensi, jurnal, dan artikel.”
oya, ini @duniaindra saat pimpin lagu Indonesia Raya di acara Sosialisasi Penetapan WBTB ini.
Kece!!#WBTBLampung pic.twitter.com/YUFkNkj0Gr— Yopie Pangkey (@yopiefranz) March 28, 2016
Banyak Manfaat
Proses pencatatan WBTB ini ternyata punya banyak manfaat. Pihak Pemerintah tentunya bisa mempunyai banyak data kebudayaan Indonesia yang diperbaharui secara berkala. Juga memudahkan daam penyusunan rencana dan pengambilan kebijakan perlindungan dan pelestarian WBTB.
Bagi akademisi, ini merupakan sumber penelitian mereka. Selain sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan jadi bahan perkuliahan. Asiknya nih, hal ini bisa membuka peluang usaha produk kreatif lho. Para pengrajin bisa produksi gamolan untuk dijual misalnya.
Sedangkan bagi kita anak muda dan masyarakat luas, kita bisa Mendapat manfaat berupa lebih mengenal keanekaragaman budaya kita sendiri. Dan utamanya kita bisa punya identitas dan jati diri bangsa Indonesia yang bisa kita banggakan.
Kita patut bangga bahwa UNESCO sudah menetapkan beberapa budaya Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia, antara lain: Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), dan Noken Papua (2012).
Tetapi saat ini kita di Lampung tak usah muluk-muluk dulu WBTB kita bisa diakui oleh UNESCO. Minimal nih, bisa diakui secara nasional dulu. Bisa kita mulai dari diri pribadi kita untuk belajar tentang budaya yang ada di Lampung.
Dan bang Indra Kamaruddin di akhir acara kembali menohok saya. Dia bilang begini, “bang Yopie mulai lah menulis tentang budaya di blognya, jangan cuma destinasi saja yang diangkat.”
Nah, tantangan nih buat saya untuk mulai menulis tentang budaya. Saya akan mulai menulis. Bukan sebagai ahli budaya, tetapi sebagai warga Lampung yang ingin belajar budaya dan ingin lebih mencintai budaya daerah di mana saya tinggal.
*Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id, presentasi pak Toto Sucipto, kata sambutan Kadis Parekraf Provinsi Lampung
*Dihadiri pula oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung, budayawan, seniman, blogger.
*Formulir Warisan Budaya Tak Benda Tahun 2016 bisa dilihat di:
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbandung/2016/01/13/formulir-warisan-budaya-tak-benda-tahun-2016/
“Lampung itu sudah mencatatkan 100an WBTB tetapi baru beberapa yang sudah ditetapkan. Karena saat mendaftarkan WBTB tersebut diperlukan kajian ilmiah, foto dan video pendukung. Dan kebanyakan kesulitan kita adalah dalam menyediakan kajian ilmiah.”
100an? Wow banyak juga ya mas yang sudah dicatatkan. Daftarnya ada? Pingin lihat 😀
O ya, mudah-mudahan yang belum ditetapkan dipermudah ya. Aamiin.
daftarnya ada. kapan2 aku tunjukkan.
1000an itu masih memungkinkan untuk bertambah lagi lho, apalagi masyarakat bisa aktif mendaftarkan juga.