Selama ini saya ga pernah banyak tahu tentang kabupaten Way Kanan. Ada apa saja dan bagaimana keadaan sesungguhnya Pariwisata Way Kanan. Baru 2 (dua) tahun belakangan saya melihat banyak keindahan yang ada di Way Kanan. Itupun hanya melihat di foto-foto yang mulai bermunculan di media sosial.
Ingin sekali mengunjunginya, berburu foto dan mencari cerita-cerita kearifan lokal yang ada di kabupaten yang termasuk muda di Lampung ini. Karena saat saya mencoba beberapa kata kunci terkait Way Kanan di google, hasilnya banyak yang tidak memuaskan pikiran. Banyak tempat, kuliner, cerita, budaya yang berlum diangkat. Sebuah peluang sebenarnya untuk memulai menulis dan memotret tentang Way Kanan, karena belum banyak saingan 🙂
Mengenal Way Kanan
Semua ini berawal dari sebuah ajakan dari seorang kawan PNS di Way Kanan yang membantu penyelenggaraan sebuah lomba foto pariwisata di Way Kanan. Bang Yazid mengajak saya, Budhi Marta Utama, Ferdi, untuk menjadi juri foto. Sebuah tawaran yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Bukan karena menjadi jurinya saja, tetapi karena kabupaten Way Kanan ini salah satu kabupaten yang sangat jarang kami datangi bersama.
Sudah berkali-kali lewat Way Kanan, jika melintasi lintas tengah saat menuju atau kembali dari Palembang. Tetapi kalau sengaja datang dan menginap di Way Kanan baru dua kali, termasuk saat saya menjadi juri foto kali ini di Blambangan Umpu.
Kali pertama datang dan menginap, saat itu saya juga sebagai juri. Kami berkeliling Lampung dalam rangka pemilihan desa wisata se-provinsi Lampung. Kami rombongan juri dan panitia lomba desa wisata menginap di Banjit. Yah, rejeki yang berawal dari hobi taveling akhirnya bisa menjadi juri di sana sini yang membuat saya bisa ber-“Keliling Lampung” ke tempat-tempat wisata di Lampung yang belum sepopuler Kiluan, pulau Pahawang dan pulau Kelagian, serta Anak Krakatau.
Potensi Wisata Lampung
Untuk apa potensi kalau cuma jadi potensi saja tanpa dimanfaatkan maksimal oleh kita masyarakat Lampung umumnya, atau masyarakat setempat di sekitar tempat wisata tersebut. Dari dulu kita sering sekali bicara “Lampung ini banyak potensinya”, tapi hanya sedikit warganya yang mau turun ke lapangan untuk memajukan suatu tempat yang katanya berpotensi itu. Walau turun ke lapangannya itu hanya merupakan satu langkah kecil saja.
Sebut saja Teluk Kiluan yang sekarang sudah menjadi Ekowisata Teluk Kiluan dengan atraksi lumba-lumba di laut lepas sebagai atraksi utama wisatanya. Yayasan Ekowisata Cikal yang bersusahpayah mengawal masyarakat Kiluan yang akhirnya bisa sadar wisata. Uniknya mereka tidak pernah meributkan kekurangan-kekurangan yang ada, seperti infrastruktur jalan dan sarana pendukung lain. Paling pol mereka protes keras perburuan lumba-lumba oleh nelayan yang menjadikan lumba-lumba sebagai umpan ikan hiu. Mereka bekerja keras untuk masyarakat Kiluan yang akhirnya berbuah manis bagi masyarakat Kiluan saat ini.
(Baca: Menjual Lampung Lewat Fotografi)
Sampai saat ini saya juga masih percaya dengan upaya-upaya tanpa pamrih kawan-kawan yang aktif di media sosial mengangkat wisata Lampung. Mereka sudah terbukti efektif lakukan pemasaran untuk Kiluan, pulau Pahawang, pulau Kelagian dan tempat wisata di Lampung lainnya yang cepat terkenal lantaran foto-foto dan cerita mereka di twitter, facebook, blog, youtube. Semua itu tanpa campur tangan pemerintah daerah. Mereka pemasar potensial yang masih sangat jarang dilirik oleh pemerintah daerah.
Potensi Alam Way Kanan
Saya belum banyak tahu tentang Way Kanan. Tetapi dari dua kali kunjungan, saya sangat yakin dengan potensi-potensi yang ada di kabupaten Way Kanan. Beberapa kali saya membayangkan kalau saja Way Kanan mau mengkalim dirinya sebagai surganya air terjun di Lampung, sebelum kabupaten lain melakukannya. Itu karena Way Kanan memiliki beberapa air terjun yang sangat indah. Seperti air terjun Putri Malu dan air terjun Batu Duduk yang ada di satu lokasi. Juga ada air terjun Gangsa (curup Gangsa) yang lebih mudah dicapai dengan kendaraan roda empat.
Air terjun Puteri Malu di Jukuh Batu kecamatan Banjit itu salah satu air terjun idola saya. Karena masih sedikit orang yang berkunjung, suasana masih alami, untuk menujunya pun kita perlu menguras tenaga menjaga keseimbangan dibonceng oleh ojek trail. Tetapi itulah sensasi petualangan yang memang saya cari dan dapatkan. Sesnsasi yang tidak saya dapatkan saat berada di kota Bandar Lampung.
Belum lagi wisata susur sungai dan mampir di kampung-kampung yang terletak di pinggir sungai yang dipercaya berusia ratusan tahun. Saya membayangkan bisa susur sungai dengan perahu, lalu mampir di salah satu kampung untuk istirahat sekalian makan siang dengan menu lokal. Andai saja ada operator yang mau membuka usaha wisata sungai di Way Kanan.
Dari obrolan dengan kawan-kawan pecinta alam, peluang usaha yang bisa diolah antara lain rafting, tubing, atau riverboarding yang lebih memacu adrenalin dan cocok bagi yang senang berpetualang. Tinggal mana yang cocok untuk diadakan di sungai-sungai yang ada di Way Kanan.
Way Kanan juga memiliki kontur bebukitan yang sudah dikenal di kalangan komunitas motor trail. Sudah beberapa kali diadakan event motor trail di Way Kanan. Meskipun ini masuk domain olahraga, tapi saat crosser datang menginap dan menikmati alam mereka sudah bisa kita bilang wisatawan.
(Baca juga: Jelajah Waktu di Kampung Wisata Gedung Batin)
Peran Anak Muda dan Media Sosial
Anak muda dan media sosial masih sering dianggap sebelah mata oleh beberapa pihak sampai saat ini. Beberapa orang masih menganggap pengguna media sosial hanyalah orang-orang tidak ada kerjaan yang kadang berlaku “lebay” dan anak-anak yang hobinya hanya foto selfie. Anak muda pengguna sosial ini masih sering disepelekan oleh masyarakat awam.
Padahal sudah ada beberapa contoh keberhasilan mereka dalam mengangkat pariwisata Lampung. Contoh konkrit adalah melejitnya ketenaran pulau Pahawang dan Kelagian dalam 2-3 tahun di kalangan traveler nusantara (wisatawan nusantara). Juga Batu Layar Pegadungan di kecamatan Kelumbayan kabupaten Tanggamus yang sudah terkenal se-antero nusantara. Belum lagi Anak Krakatau, Bukit Geredai di Liwa, dan pulau Pisang di Pesisir Barat.
Batu layar Pegadungan yang sekarang lebih dikenal dengan Gigi Hiu Pegadungan hanyalah sebuah susunan karang di pantai Pegadungan yang sangat eksotis untuk difoto. Yang datang pun hanya anak-anak muda yang ingin foto selfie saat ini. Pertama-tama hanya digemari oleh kalangan fotografer lanskap lokal lalu disusul fotografer nasional.
Budhi Marta Utama yang menjulukinya dengan nama Gigi Hiu, saya dan seorang rekan lain Rudi Huang, dari awal sudah sangat yakin kalau tempat itu akan menjadi terkenal menyamai ketenaran pantai Klayar dan Papuma di Jawa Timur, dan Sawarna di Banten. Tanpa ribut-ribut dengan akses dan infrastruktur buruk, kami bisa membuat paket wisata fotografi mahal ke tempat ini. Ya, wisata minat khusus bukan wisata keluarga/massal tentunya. Paket seharga 3 juta perorang selama 3 hari dua malam sudah beberapa kali diadakan. Dengan fasilitas tenda, guide, makanan lokal, dan lain-lain.
Yang jelas, warga di sana sudah bisa merasa manfaatnya meski belum sebanyak manfaat yang diterima masyarakat Kiluan. Kesemuanya itu dilakukan oleh pengguna media sosial tanpa pamrih, tanpa megharapkan imbalan apapun dari pemerintah. Paling tidak, mereka hanya mengharap mendapat “like” sebanyak-banyaknya dari pengguna media sosial lain.
Tetapi itulah metode penyebaran info efektif saat ini yang bahkan digunakan oleh kementerian pariwisata dan juga oleh perusahaan-perusahaan swasta nasional. Mereka sampai rela membayar mahal beberapa influencer media sosial untuk membantu memasarkan produk mereka, baik soft-selling maupun hard-selling. Sedangkan kita di Lampung, masih terlihat malu-malu untuk mengajak anak-anak muda ini membantu memasarkan produk daerah.
(Baca ini ya: Pesona Air Terjun Putri Malu di Way Kanan )
Mendatangkan Orang yang Ingin Dihibur
Selama ini daerah kita masih banyak memberikan hiburan bagi para wisatawan yang datang. Tidak peduli mereka suka atau tidak. Padahal selera itu susah sekali dipaksakan kepada orang lain. Hasilnya akan banyak yang kecewa karena sudah datang ke Lampung. Menyuguhkan tarian Melinting kepada wisatawan yang tidak suka budaya tentu akan menjadi tidak tepat sasaran, saat dia kembali dia akan cerita Lampung membosankan. Menyuguhkan budaya makan khas Lampung Seruit kepada orang yang tidak suka makanan dan budaya lokal, juga akan mengecewakan hasilnya.
Nah, sudah sewajarnya saat ini kita mengubah mindset pariwisata di Lampung. Karena kebanyakan destinasi dan daya tarik Lampung itu berhubungan dengan alam dan budaya. Wisata Teluk Kiluan misalnya yang awalnya disetting sebagai wisata minat khusus. kalau melihat trend dan kesaksian wisatawan yang pernah datang, lebih banyak wisatawan yang puas dan ingin kembali lagi untuk melihat lumba-lumba daripada wisatawan yang mengeluhkan jalan yang jelek. Itu karena mereka sengaja datang untuk dihibur dengan daya tarik andalan Teluk Kiluan. Terbukti dari banyak bertambahnya homestay, kunjungan wisatawan nusantara, dan pemasukan ke kas dusun dan kas pokdarwis.
Namun juga tidak bisa dihindari pesatnya info di media sosial, media online dan cetak, sehingga Kiluan menjadi lebih terkenal dan mulai diminati oleh wisatawan yang ingin mengajak keluarga yang tidak terbiasa dengan fasilitas ala kadarnya. Di sinilah masalah mulai muncul dan mulai banyak keluhan di media-media tentang jalan rusak dan akomodasi yang menurut mereka tidak layak. Karena mereka tidak siap dengan infrastruktur dan akomodasi yang seadanya itu. Bukan mau menyalahkan wisatawan umuma ya. Ini hanya untuk perbandingan. Dan baiknya pemerintah daerah perhatikan hal ini untuk kebaikan bersama. Agar nantinya semua jenis wisatawan dapat terakomodir dengan baik.
Padahal kalau mau jujur, di awal-awal Ekowisata Kiluan dikenalkan ke publik kondisi jalannya lebih memprihatinkan. Beberapa kali berkunjung saat musim hujan, beberapa kali saya tertahan tidak bisa pulang. Harus menunggu banjir bandang surut, atau menunggu jalan yang tertutup longsor dibenah oleh warga lokal Kiluan.
Bukan mau mengenyampingkan wisatawan umum, tetapi adakalanya kita perlu menentukan siapa target utama wisatawan yang akan kita datangkan dan mau dihibur dengan atraksi dan daya tarik yang ada.
Pemasaran Parisata Melalui Travel Blogger dan Pelaku Media Sosial
Banyak orang lebih percaya pengalaman pribadi seseorang saat berwisata dibanding feature, ulasan media-media mainstream. Kebanyakan orang akan melakukan pencarian kembali di mesin pencari setelah membaca ulasan wisata di suatu media cetak dan online. Di sini lah mereka menemukan foto-foto dan cerita-cerita / pengalaman pribadi para pelaku media sosial yang aktif mengangkat pariwisata apa adanya.
Bahkan seringkali info lengkap suatu destinasi dan daya tarik itu banyak bertebaran di blog atau akun-akun media sosial dibanding info yang ada di media mainstream. Mau bukti? coba saja lakukan pencarian di google tentang destinasi dan daya tarik daerah lain di Indonesia. Yang bertebaran itu kebanyak tulisan para travel blogger yang aktif memainkan akun media sosial mereka 🙂
Provinsi Lampung walau masih “malu-malu” sudah mencoba membuka diri ke para travel blogger dan travel photographer. Hasilnya bisa kita intip kegiatan Festival Krakatau tahun 2014 dan 2015. Di 2014 tagar #krakataufest sempat bertengger di trending topic nasional, bahkan trending topic dunia selama beberapa jam. Meski hanya selintas, tetapi efek viral ini akan lebih terasa di kemudian hari.
Sebelum Festival Krakatau, kabupaten Lampung Barat pernah mengundah 80an fotografer asal Lampung, Palembang, Jakarta, Bogor, Bandung, dan Joga, di tahun 2010. Hasilnya, foto-foto keindahan Lampng Barat banyak beredar di Facebook selalu 1 tahun penuh. Pemasaran pariwisata yang mudah, murah, efektif.
Tak mau ketinggalan, Kabupaten Tanggamus juga mengundang para travel blogger ke Kotaagung untuk menyaksikan parade budaya Festival Teluk Semaka. Para blogger ini diundang khusus selama 3 hari, untuk melihat parade budaya dan keindahan alam yang ada di Tanggamus. Hasilnya, nama Tanggamus mulai dikenal oleh para pengguna media sosial dan menyebar viral kepada masyarakat umum pengguna media sosial lainnya. Bahkan tulisan para blogger itu sampai masuk di koran-koran cetak nasional, majalah maskapai penerbangan, dan majalah pariwisata.
Beberapa bulan ini saya memantau Dinas Pariwisata Sumatera Sosial. Mereka lebih dahsyat lagi dengan mengundang para blogger dan photographer selama 10 hari untuk eksplorasi Sumatera Selatan di sela-sela acara festival daerah yang hanya berlangsung dua hari. Sumatare Selatan tidak melihat (hanya) 10 blogger yang datang, tetapi mereka pasti melihat efek viral dari pemasaran pariwisat dengan menggunakan media sosial.
Pariwisata Way Kanan
Nah untuk Way Kanan dan juga kabupaten lain di Lampung bisa saja meng-copy-paste yang sudah dilakukan daerah lain. Tapi baiknya para stakeholder pariwisata terlebih dahulu duduk bareng dan membuat perencanaan matang untuk membangkitkan pariwisata Way Kanan. Jika perencanaan pariwisata sudah jadi, jangan lupa undang dan libatkan beberapa anak muda yang aktif di media sosial seperti twitter, facebook, blog, instagram, dan lain-lain.
Jika tidak mau undang orang luar Way Kanan bisa juga dengan memancing anak muda Way Kanan untuk lebih giat memasarkan daerahnya di akun media sosial masing-masing. Dan saya lihat sejak adanya lomba foto pariwisata lalu, mulai bermunculan banyak foto tentang keindahan alam Way Kanan.
Sebut saja akun facebook Jelajah Way Kanan, Wisata Way Kanan, dan Fotografi Way Kanan. Kita tinggal membantu mereka untuk terus rajin memasarkan daerahnya ke masyarakat di luar Way Kanan.
Berkaca dari yang sudah dilakukan provinsi dan beberapa kabupaten lain di Lampung. Hal ini sepertinya remeh, tetapi dampak positif dari info yang menyebar viral hendaknya jangan diabaikan.
Sangat sayang kalau Way Kanan memiliki festival Radin Jambat tetapi ambience-nya tidak terlalu terasa di luar daerah. Padahal tujuan Festival tentunya adalah memajukan daerah. Dan saya yakin, semua itu perlu waktu. Hasil instan yang wah tetapi tidak bekelanjutan tentu sangat tidak kita inginkan.
Kamu setuju dengan pandangan saya ini?
Foto-foto di Media sosial:
A photo posted by Rima Melati (@rimamelati45) on
Way Kanan disebut surganya air terjun, karena jumlahnya banyak atau karena keindahannya?
Kalau dilihat dari foto-fotonya, keindahan air terjunnya memang tak diragukan lagi.
Dengar2 dan lihat2 di beberapa akun IG, banyak air terjun di Way Kanan. Dan beberapa air terjunnya memang sangat indah.
Tulisannya apik.
Moga jadi pemicu bagi yang lainnya untuk ikut dan aktif mengangkat surga tersembunyi di Way Kanan.
Kalau aku punya kesempatan ke sana, pasti bakal ikut kenalkan wisata Way Kanan lewat blog.
Terimakasih Bang Yopie atas pencerahannya…
Senang bisa berkunjung ke Way Kanan.
Sangat banyak yang bisa kita datangi perlahan2 ya bang..
Setujuuuuu….kerennn Mas Yopie… kmaren wktu blm baca artikelnya saya berfikir kok ini wisata way kanan tapi kok gambarnya ada gigi hiu, wahh setelah baca artikelnya memang sipp penjabarannya, bikin orang penasaran terus… keceee mas yopie….
mudah-mudahan bermanfaat ya..
kereeeeen… aku mau kesini hahaha (nabuuuung)
yuk jalan2 ke Lampung. hehehe
temen-temenku orang lahat dan palembang kalo tes PNS banyak juga yang milih ke Way Kanan
bang hehehe walaupun banyak kabar yang bilang daerah ini rawan keamanannya. Gak nyangka ya potensi wisata Way Kanan banyak kalau mau di eksplore cuma kesiapan pemerintahnya saja
untuk membangun sarana dan prasarana yg memadai setidaknya transportasi dan jalan sehingga akses kesana lebih mudah
Dari UNSRI ada juga yang melakukan penelitian di kampung Gedung Batin, Way Kanan.
Kalau soal keamanan sepertinya Jakarta itu lebih rawan dibanding daerah2 di Lampung maupun Sumatera Selatan, tapi seringnya opini keamanan itu terlalu dibesar-besarkan 🙁
Ya, perlu kesiapan pemerintah dan kemauan masyarakat/komunitas juga untuk sadar wisata 🙂
Dari belitang kelokasi air terjun brp jam ya kira2….terus aksesnya mungkin g untuk anak balita?
Dari Belitang sekitar 120an KM lewat Martapura, 3-4 jam kalau ga salah.
Kalau mau ke air terjun putri malu dari desa bali kita ke arah kukuh batu. Setelah sampai jukuh batu kira2 kita ke mana ya?
Ojek ke lokasi wisata berapa pergi-pulang om?
Misal saya berdua dengan teman sama cewek motor an ke daerah kukuh batu aman ga ya? Soalnya sering denger berita begal.