Pantai Pesisir Barat Lampung menyimpan banyak pesona. Mulai dari hutan, pantai, sungai, air terjun, dan budaya. Tulisan ini adalah pemanasan sebelum bercerita tentang pulau Pisang satu-satunya pulau berpenduduk di Pesisir Barat Lampung. Menceritakan perjalan kami, saya dan tim dari Traveloka yang sedang meliput banyak tempat wisata di Lampung.
Ini sebuah berkah bagi saya bisa jalan-jalan keliling Lampung, apalagi bersama salah satu OTA besar yang saya tahu, Traveloka. Ini berawal dari MoU antara Pemprov Lampung dengan Traveloka. MoU pertama Traveloka dengan sebuah provinsi di Indonesia. Selama ini mereka sudah kerjasama dengan beberapa kabupaten di Indonesia. Bahkan Gubernur Lampung menyatakan kebanggaannya bisa bekerjasama dengan Traveloka dalam memasarkan pariwisata Lampung.
Cerita dengan tim pertama saja sudah seru. Dan saya sudah bisa mendapat banyak stok foto di perjalanan beberapa hari. Bayangin aja dengan tim kedua yang dimulai hari Rabu (19/10/2016), dengan tujuan sebagian Tanggamus, Pesisir Barat, dan Lampung Barat. Yang jelas, kami bisa datangi beberapa tempat wisata di LampungΒ yang ada di tiga kabupaten tadi. Tapi saya akan cerita saat ini perjalanan menuju Tanjung Setia dulu ya. Yang lain terutama pulau Pisang menyusul.
(Baca: Teluk Kiluan: Lumba-lumba, Pulau Kelapa dan Laguna Gayau)
Delay Karena Tas
Pagi itu, Rabu (19/10/2016), saya sudah duduk manis menunggu tim kedua tiba di bandara Radin Inten II yang sedang direnovasi menjadi lebih besar. Numpang ngadem di kantornya Xpressair. Ngobrol-ngobrol dengan Manajemen Xpressair Lampung, sekalian ambil majalah Xpressair yang memuat beberapa tulisan saya di edisi 09. Tidak menunggu lama, saya mendapat telpon dari salah seorang tim. Sudah mendarat namun salah satu tas milik mereka masih nyangkut di Bandara Soekarno Hatta. Harus menunggu pesawat berikutnya yang mendarat dari maskapai yang sama.
Singkat cerita setelah sarapan sambil menunggu di salah satu warung di seberang jalan, kami berangkat menuju Pesisir Barat. Pukul 11:30 saya sudah mengarahkan kendaraan keluar dari bandara. Menuju Bundaran Radin Intan, berputar arah masuk ke jalan Raden Gunawan, untuk masuk ke jalan ke arah Kotaagung. Jalan lintas untuk menyingkat jarak dan waktu, daripada lewat Jalan Pramuka.
Bandara Radin Inten II – Pantai Tanjung Setia, berjarak sekitar 232 kilometer. Saat malam bisa saya tempuh dalam waktu lima jam nonstop. Saat siang begini dan pastinya mampir makan dan sholat, bisa memakan waktu enam sampai tujuh jam.
Sekedar perbandingan, Bandar Lampung – Krui berjarak 240 km lewat Kota Agung. Kalau Lewat Kotabumi dan Liwa, menjadi 265 km.
Menuju Tanjung Setia, Pantai Pesisir Barat LampungΒ
Sampai di Gisting pukul 13:30. Tadinya mau makan siang di Pringsewu, namun saya usul di Gisting saja. Ada sebuah rumah makan sederhana yang cukup banyak pelanggannya. Di Rumah Makan Satiyem ada ayam bakar, ayam goreng, ikan sayur, ikan bakar, dengan pecel sebagai lauknya. Bumbunya gurih dan pedas.
Selesai makan kami melanjutkan perjalanan dengan jalan perlahan. Apalagi selepas Gisting jalanan banyak berliku dan menurun. Perut bisa berasa ga enak kalau saya bawa kebut. Apalagi kami mau mampir sebentar di air terjun Way Lalaan yang tidak jauh dari jalan raya.
Enak nih.. (@ Rumah Makan Ibu Satiyem in Tanggamus) https://t.co/VNrblpOrjp pic.twitter.com/Amh0OpLJNV
β Yopie Pangkey (@yopiefranz) October 19, 2016
Dari air terjun Way Lalaan pukul 15:00, perjalanan satu jam mampir dulu di Masjid Imaduddin, di jalan raya Lintas Barat, Pekon (desa) Way Kerap, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus. Sebelum masuk tanjakan Sedayu. Di masjid ini disediakan colokan listrik bagi yang mau isi batere HP lho. Juga ada kopi dan teh gratis, namun kamu harus siapkan sendiri. Air panas dan gula disediakan.
Dan pukul 16:00 kami keluar masjid. Melewati tanjakan Sedayu yang lumayan curam buat mobil-mobil truk besar. Setelah itu melewati Rhino Camp yang tadinya saya rencanakan untuk mampir. Mengingat waktu, lebih baik dilewatkan saja. Karena berharap bisa melihat tuki anak penyu di penangkaran penyu Muara Tembulih sebelum Tanjung Setia.
(Baca: Nostalgia Air Terjun Way Lalaan)
Dua jam berikutnya, antara 16:00 dan 18:00, saya memacu kendaraan agak lebih cepat. Entah apa kawan-kawan Tim Traveloka mabuk atau tidak. Pura-pura ga tau saja (hehe..). Memasuki Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di wilayah Tanggamus dan Pesisir Barat, jalanan didominasi dengan tikungan serta tanjakan dan turunan. Cuaca sejuk saat itu. Sesekali saya buka kaca jendela, siapa tau bisa mendengar suara mahluk-mahluk Ciptaan Allah yang jarang didengar di kota π
Hanya Sunset Tanpa Penyu
Tiga puluh menit menjelang Muara Tembulih, pemandangan sudah berganti dengan perkebunan dan perumahan warga yang masih jarang-jarang. Membayangkan tinggal di sini dengan sinyal minim ga bisa internetan aja sudah pusing ya. Apalagi kerjaan menuntut koneksi internet yang cepat.
Sedangkan matahari sudah mulai merendah. Sinarnya terlihat indah masuk di antara pepohonan tinggi sebelum megenai kendaraan kami. Ada keinginan berhenti di salah satu pantai Pesisir Barat yang panjang membentang ini untuk menikmati matahari tenggelam. Tapi kok kayaknya susah banget injak pedal rem. Sehingga kami terus melaju kencang. Berharap sampai Muara Tembulih tepat waktu.
Muara Tembulih adalah nama sebuah pekon (desa) di kecamatan Ngambur, Pesisir Barat. Saat masih masuk wilayah administrasi Lampung Barat sempat dibuat penangkaran penyu dan menjadi bagian dari kawasan konservasi laut daerah Lampung Barat. Ada 4 (empat) jenis penyu yang sering singgah di pantai-pantai sekitar. Yaitu penyu sisik, penyu lekang, penyu hijau dan penyu belimbing.
(Lokasi Muara Tembulih:Β -5.458042, 104.125741 , atau langsung ke Muara Tembulih di Google Map ini)
Namun sore itu menjelang matahari terbenam kami kecewa. Penangkaran penyu ini sudah tidak berfungsi lagi. Tidak ada tanda-tanda fasilitas yang sudah bagus-bagus dibangun ini terpelihara. Akhirnya kami langsung saja ke bagian belakang komplek bangunan penangkaran penyu, melalui tanah kosong di sampingnya.
Matahari sudah hampir tenggelam. Saya keluarkan kamera DSLR dan lensa 70-200 andalan. Namun, memory card disimpan di tas lain yang masih ada dimobil (whuuuaaa…). Ya sudah, cukup dengan kamera HP yang saya bawa.
(Baca: Sepotong Surga di Pesisir Barat Lampung)
Ada ungkapan, kamera terbaik adalah kamera yang sedang kamu bawa. Maksudnya secanggih apapun kamera kalau kita tidak memiliki atau memegangnya saat dibutuhkan ya untuk apa. Kamera terbaik adalah kamera yang kita punya atau kita bawa saat kita butuhkan untuk memotret sesuatu. Nah sore ini ungkapan itu saya tambahkan. Kamera terbaik adalah kamera yang kita bawa dan baterenya masih cukup, serta terpasang memory card yang masih ada kapasitas buat menyimpan file foto kita π
Kami tidak berlama-lama di situ. Hanya sekitar sepuluh menit menikmati proses tenggelamnya matahari sambil memotret dan merekam video. Ombak yang datang semakin besar dan semakin mendekat. Saya ajak kawan-kawan untuk segera melanjutkan perjalanan.
Menginap di Djabung Resort Tanjung Setia
“Bang, saya sudah ada di Djabung Resort.”
“Loh jadi ya, kirain ga jadi. Ya sudah tunggu ya”
Begitu percakapan singkat saya dengan bang Iwan pemilik Djabung Resort melalui ponsel saat saya sampai. Kami berkali-kali ketuk pintu, namun tidak ada yang menyaut.
Sebelumnya kami memang tidak berniat menginap di salah satu resort yang ada di Pantai Tanjung Setia ini. Kalau sesuai rencana, kami akan menginap di Krui, ibukota Kabupaten Pesisir Barat. Agar paginya bisa berburu foto suasana pagi di Kebun Damar yang luasnya belasan ribu hektar. Namun karena kemalaman dan ingin mencoba juga, akhirnya saya putuskan untuk menginap di Djabung Resort yang hanya menerima wisatawan nusantara (wisnus) saja.
Singkat cerita adik bang Iwan, bang Ujang, tiba dan langsung menemui kami. Mengajak melihat beberapa kamar yang tersedia. Lalu meminta seorang staf untuk membersihkan dan merapikan.
Daripada menunggu lama, kami sepakat untuk mencari makan malam dulu di luar. Djabung resort tidak menyediakan makanan, kecuali dipesan jauh-jauh hari. Atau minimal pesan beberapa jam sebelum. Sebenarnya saat masih siang saya sudah hubungi bang Iwan, namun lupa untuk konfirmasi ulang. Keasikan nyetir mobil dan kepedean ga akan kehabisan kamar π
Pulau Pisang?
Sejak kedatangan sampai malam itu, kawan dari Traveloka selalu meminta untuk singgahi pulau Pisang. Tidak ada di jadwal yang sudah saya buat. Namun itu sebuah permintaan yang sangat menarik. Apalagi saya sudah sangat lama (empat tahun) tidak ke pulau Pisang lagi.
Malam itu kami berunding dengan bang Ujang sambil menikmati kopi Pesisir Barat. Sesekali menelpon bang Iwan yang sedang berada di Liwa, Lampung Barat. Untuk memastikan perahu yang akan membawa kami ke pulau Pisang dan besaran harga sewa.
Setelah sepakat dan mendapat telpon pemilik perahu, kami pun segera istirahat. Tak lupa cas HP dan kamera, serta masukkan memory ke dalam kamera agar kejadian sore tak terulang. Pagi-pagi pukul 05:00 sarapan akan siap untuk kami, pukul 06:00 sudah sampai di dermaga Kuala Stabas. Pulau Pisang menanti.
Malam itu sudah membayangkan indahnya pulau Pisang dan pantai Pesisir Barat di sisi lain. Sangat bersyukur bisa tinggal di Lampung yang punya banyak potensi wisata. Jadi banyak pilihan untuk datangi tempat wisata di Lampung. Punya hobi memotret dan jalan-jalan jadi mudah. karena banyak tempat yang menjadi spot foto di Lampung ini yang perlahan-lahan mulai terkenal. Menjadi salah satu tempat wisata indah di Indonesia.
terimakasih kang Yopi yang telah sudi bermalam di D’jabung Resort Tanjung Setia, apalagi dalam tulisan apiknya menyebut-nyebut nama ku, sekali lagi terimaksih
Terima kasih bang Iwan sdh sambut kami di Tanjung Setia dan Liwa. Ga kapok deh nginap di Djabung Resort π
Tarif per malam di D’jabung Resort berapa Bang Iwan siapa tahu suatu saat kita mampir π
Keren banget Bang, bisa kerjasama dengan Traveloka, semoga makin bagus ya Pariwisata Lampung, lebih banyak dikenal orang
Semoga semakin bagus dan wisatawan mau sering datang kembali ke Lampung, bukan sekali dua kali saja π
Nanti ko ke Lampung lagi ajakin ke sini yaaaa π Kalo aku pernah beberapa kali bawa kamera yg baterenya lupa dicharge π
mesti 3-4 hari kalau mau kemari dan puas jalannya, hehe
Pasti dongkol tuh batera kamera lowbat ya.
Pingin explore lampung dari ujung ke ujung trus nginepnya camping di pulau terpencil. Duduk diatas pasir putih, baca buku sampe sunset. Duh…. Kapan ????
Wahh, itu keren banget mbak Zulfa. Pulau terpencil, duduk di pasir sambil baca buku seharian.
Fotu tukik menuju pantai itu… ya Allah… indah banget!
Hati langsung adem lihatnya, soalnya beberapa hari ini beranda HOT dengan isu-isu.. yang… ahhh sudahlah.
Jadi, kapan kita halan-halan ke sini?
Aku juga suka banget sama foto itu. Apalagi foto itu sempat laku jadi duit, hehehehe…
Beruntung bisa punya foto seperti itu. alhamdulillah.
“kamera terbaik adalah kamera yang sedang kamu bawa. Maksudnya secanggih apapun kamera kalau kita tidak memiliki atau memegangnya saat dibutuhkan ya untuk apa.”
Ini yoi banget, bang…
Banget bung. Yang ada di tangan kita yang paling bagus π
Lihat sunset, jadi kangen Labuan jukung dan Tanjung Setia yang pernah kami kunjungi bertahun-tahun yang lalu. Entah kapan bisa berkunjung bersama lagi ke sana.
Dan pulau Pisang jadi tempat impian apabila nanti datang ke Lampung π
Aku juga ingat perjalanan bu Evi waktu itu. Ada bahas tetumbuhan di TNBBS dan mampir labuhan jukung.
Ayo ke Pulau Pisang rame2 π
huah kok punya foto itu? aku mau kaaaaaa. dan terima kasih sudah menjadi guide yang baik selama di sana
nanti aku kirim. Jangan kapok ya datang ke Lampung π