Ingin melihat-lihat koleksi Museum Lampung, saya langsung tertarik dengan dua kalimat yang tertulis di sebuah banner sesaat memasuki gedung museum. “Museum itu merupakan jendela informasi budaya dan ilmu pengetahuan. Ayo berkunjung ke Museum, kenali budayamu, cintai bangsamu”. Kalau saya katakan begini, gimana ya. “Museum Lampung adalah jendela informasi budaya dan ilmu pengetahuan Lampung. Ayo berkunjung dan lihat-lihat koleksi Museum Lampung, kenali budaya Lampung-mu, cintai Lampung-mu. Cocok?
Sering banget melintasi Museum Lampung, apalagi kalau mau keluar kota. Baru beberapa kali mengunjunginya. Namun baru kali ini bisa menulis tentang Museum Lampung ini. Padahal banyak sekali yang bisa dilihat dan dibahas tentangnya.
Night at Museum
Beberapa tahun lalu sempat diadakan program “Night at Museum”. Kawan-kawan komunitas pecinta sejarah Lampung, Lampung Heritage, ikut ambil bagian di acara ini dengan menjadi peserta. Banyak keseruan yang didapat, terutama cerita-cerita di balik benda-benda koleksi museum Lampung ini.
Saya ga ikutan di acara itu. Hanya membayangkan saja gimana kalau terjadi hal-hal seperti yang ada di film “Night At The Museum” yang diperankan oleh Ben Stiller, Carla Gugino, Dick Van Dyke, Mickey Rooney, Bill Cobbs, Robin Williams. Khayalannya tertalu tinggi. Tapi seru aja membayangkan hal-hal dalam film fantasi komedi itu terjadi di dunia nyata. Apalagi terjadinya di Museum Lampung, hehehe..
Saya tidak sempat ikutan acara tersebut, hanya berharap akan ada lagi program serupa diadakan oleh UPTD Meseum Lampung.
Sejarah Museum Lampung
Museum Lampung mulai dibangun tahun 1975, peletakan batu pertama tahun 1978. Diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Prof. Dr. Fuad Hasan, pada 24 September 1988. Bertepatan dengan peringatan Hari Aksara Internasional yang dipusatkan di PKOR Way Halim.
Saat diberlakukan Otonomi Daerah, Museum Lampungmenjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di bawah Dinas Pendidikan. Sejak tanggal 1 Januari 2008 kedudukan museum berubah menjadi UPTD Dinas Pariwisata (Parekraf). Dan di tahun 2016 lalu, kembali menjadi UPTD Dinas Pendidikan. Mungkin karena ada pertimbangan lebih baik dengan pendekatan pendidikan ya untuk pengelolaannya.
Lebih Dekat Dengan Koleksi Museum Lampung
Pertama kali saya masuk Museum Lampung kalau ga salah saat bersama rombongan study tour kelas 1 SMA. Sudah lama sekali pastinya, sudah lama apa yang sudah saya lihat saat itu. Sempat foto-foto beberapa koleksinya dengan kamera analog. Entah dimana film negatifnya sekarang.
Di saat semua serba digital, ini adalah kunjungan ketiga saya ke Museum Lampung. Bersama kawan-kawan dari Jakarta yang sedang melakukan eksplorasi pariwisata Lampung dalam tiga tahap. Beda dengan saat pertama kali masuk dan seterusnya, kali ini saya lebih mencoba memahami apa saja yang menjadi koleksi Museum Lampung ini. Mencoba lebih mengenal Budaya Lampung dan mencintai Lampung.
Melihat-lihat Koleksi Museum Lampung
Saat kita memasuki halaman museum Lampung, kita sudah disuguhi beberapa koleksi. Ada meriam kuno peninggalan masa penjajahan dan rumah panggung kayu berumur ratusan tahun yang dipindahkan dari desa Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat. Kalau sempat ke Lampung Barat, coba juga lihat rumah lainnya yang mirip yang sama-sama berumur ratusan tahun.
Di bagian kiri taman, bisa kita lihat Jangkar, pelampung kapal, dan bola besi. Bola besi terbut biasa digunakan di daerah tujuan transmigrasi pada 1953-1956. Digunakan untuk membuka lahan transmigrasi di wilayah Lampung Timur, Raman Utara dan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, Seputih Banyak, dan Seputih Raman.
Memasuki bagian dalam Museum Lampung, kita bisa memilih untuk memulai lantai satu terlebih dahulu atau ke lantai dua.
(Baca: Wisata Sejarah – Mencontoh Semangat Kepahlawanan Radin Inten II )
Di lantai satu bisa kita temui berbagai peninggalan prasejarah, benda-benda zaman Hindu – Budha, zaman kedatangan Islam, masa penjajahan, dan paska kemerdekaan RI.
Benda-benda pada masa kedatangan Islam antara lain: teko alpaka, talam, Prasasti Bohdalung berbahasa Jawa Banten, Alquran tulis tangan di atas kertas deluang, stempel Marga Sabu. Serta naskah 15 halaman di kulit kayu aksara Lampung berbahasa Lampung, Banten dan Arab.
Juga ada benda-benda peninggalan Radin Inten II. Serta beberapa prasasti seperti Prasasti Tanjung Raya II, Prasasti Dadak, Prasasti Ulu Belu, Prasasti Bawang, Prasasti Bungkuk, Prasasti Batu Bedil.
Di Lantai dua, kita akan menemui koleksi aksesori dua sub-etnik Lampung, yaitu Saibatin dan Pepadun. Kedua sub-etnik ini memiliki kekhasan masing-masing dalam ritual adat dan aksesorinya. Keduanya memiliki upacara daur hidup. Mulai dari upacara kehamilan, kelahiran, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, perkawinan dan kematian. Dalam upacara-upacara daur hidup tersebut terkandung unsur falsafah bernilai luhur. Seperti nilai-nilai hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan supernatural.
Masih banyak koleksi Museum Lampung yang tidak saya foto. Baiknya kamu datang dan lihat satu persatu secara langsung. Apalagi kalau kamu warga kota Bandar Lampung. Tidak susah dan jauh untuk sesekali datang dan melihat koleksi-koleksi yang ada.
Benda-benda Bernilai Sejarah
Menurut ibu Zuraida, Kepala UPTD Museum Lampung, koleksi museum Lampung itu harus mempunyai nilai sejarah. Tidak melulu soal usianya saja. Ada kriteria-kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi koleksi museum.
Ada beberapa koleksi Museum Lampung yang merupakan hibah perorangan lho. Dan pihak museum khususnya serta Pemerintah Daerah sangat mengapresiasi hal tersebut. Bukan dilihat dari rupiahnya, namun nilai-nilai yang terkandung dari koleksi tersebut.
Nah kalau kamu punya barang-barang bernilai sejarah/budaya, bisa informasikan pihak Museum Lampung. Nanti bisa dirundingkan prosesnya. Bisa ganti rugi, bisa hibah, dan penitipan.
Di Februari 2016, koleksi Museum Lampung berjumlah 4751. Entah kalau saat ini sudah bertambah lagi. Dan siapa tau kamu punya sesuatu untuk dititipkan di Museum Lampung juga supaya koleksinya bisa bertambah dan bisa dinikmati banyak orang 😀
Lokasi Museum Lampung
Museum Lampung sangat mudah dicari dan ditemukan. Perkiraan saya, hanya berjarak 300an meter dari terminal Rajabasa. Tidak jauh dari lampu merah pertigaan masuk kampus Unila. Dari Rajabasa terletak di sebelah kiri jalan, dengan pelataran parkir yang cukup luas.
Dari arah pusat kota Bandar Lampung, museum ini ada di sebelah kanan jalan H. Zainal Abidin Pagaralam. Berjarak sekitar 7,6 kilometer dari Tugu Adipura, dengan waktu tempuh sekitar 20 menit di tengah hari melewati 5-6 titik kemacetan.
Lihat di Google Map
Jam Berkunjung Museum Lampung
Kita bisa berkunjung ke Museum Lampung setiap hari. Jadi tinggal pilih saja mau hari apa. Asal jangan saat libur nasional ya, karena Museum ditutup saat libur nasional. Perincian jam silakan catat ini:
Senin – Kamis : 08:00 – 14:00
Jumat : 08:00 – 10:30
Sabtu – Minggu : 08:00 – 14:00
Libur Nasional Tutup
Harga Karcis Masuk Museum Lampung
Harga tiket masuk Museum Lampung menurut saya sangatlah terjangkau/murah. Coba lihat daftar di bawah ini:
Anak-anak rombongan : Rp. 500
Anak-anak perorangan : Rp. 500
Dewasa Rombongan : Rp. 1.000
Dewasa Perorangan : Rp. 4.000
Gimana? Terjangkau bukan.
(Seluruh Foto merupakan hasil foto iphone 5s)
Ayo Berkunjung ke Museum Lampung
Kalau saya perhatikan nih, animo warga Lampung untuk berkunjung ke museum dengan kesadaran sendiri itu masih minim sekali. Mungkin karena para warga Lampung (perorangan, keluarga, komunitas) lebih tertarik dengan wisata mainstream seperti ke pantai dan pulau.
Padahal dengan berkunjung ke museum kita bisa juga rekreasi sambil belajar. Boleh dibilang ada 60 persen unsur pendidikan dan 40 persen bersenang-senang, saat kita berkunjung ke museum. Kalau bisa bukan cuma menghabiskan waktu 15-30 menit saja. Kalau perlu berlama-lama di museum, dan jangan ragu untuk mencari tahu cerita dibalik koleksi-koleksi yang ada.
Kalau rasa ingin tahumu sudah tergugah, bisa jadi kamu akan berkunjung kembali untuk lebih mengamati dan lebih mempelajari koleksi Museum Lampung yang ada. Bagaimana menurutmu?
Sudah lama aku gak pernah lg ke Museum Lampung nih om. Terakhir aku ksana SMP.. Jadi ingin berkunjung kembali ksana deh..
“Kalau saya perhatikan nih, animo warga Lampung untuk berkunjung ke museum dengan kesadaran sendiri itu masih minim sekali.”
Setuju banget deh om, kondisinya agak mirip dengan animo warga berkunjung ke perpustakaan.
Ngomong-ngomong perpustakaan, bikin tulisan tentang perpustakaan donk om…
Btw, elis juga jarang main-main ke museum / perpustakaan sih… #jadimalu
Sering banget lewat sini.
Saking seringnya malah gk pernah masuk musem lampung
Aku termasuk msyrkt yg lbh tertarik wisata mainstream brrti
Ini yang belum kesampean dari dulu, padahal niat udah dari kapan tahun, nulis tentang museum Lampung… ehhh ternyata udah nongol di sini. Keren Om!
Sudah lama juga nih Museum bahkan aku belum lahir.
Dari/museum gini, kita bisa lihat sejaran nenek moyang, mulai rumah smp senjata. sayang, aku selalu melewati museum ketika berkunjung. lebih suka ke alam.
Aku udah ngajak anak-anak ke sini, mereka selalu suka. Emaknya aja males nulisnya heheh sip deh bakal menulis sudah baca ini
Aku pernah sekali berkunjung ke Museum Lampung. Waktu itu rumah kenali yang berada di depan museum habis dicoret-coret. Kelihatannya sekarang sudah dibersihkan ya Mas Yo…
Dan belum sempat menulis tentang museum ini tapi foto-fotonya sudah keburu hilang gara-gara Crashed di penyimpanan dulu
aku sering mampir ke sini.
tapi bukan ke museumnya, trus ke belakang sedikit ada gedung yang sering dipakai buat acara resepsi, hehehehe. ^,^
Duhh belum sempat mampiir
Saya suka dengan museum lampung.
Tapi satu hal yang membuat saya tidak suka adalah adanya pedangang pedangang yang memasuki area museum lampung. Seharusnya kawasan museum lampung steril dari pedagang sehingga pengunjung nyaman menikmatinya. Mungkin sebaiknya di buatkan khusus area untuk belanja souvenir dan kuliner.
Sangat disayangkan sekali, museum yang tampak megah terlihat kumuh oleh pedagang pedagang.
Apakah ada banyak peninggalan dari kerajaan Lampung yang tersimpan di museum ini?