Candi Muaro Jambi – Selain Danau Tujuh dan Gunung Kerinci, Candi Muaro Jambi juga merupakan salah satu tempat wisata di Jambi yang terkenal.
Candi Muaro Jambi adalah peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Juga diketahui sebagai komplek candi terluas di Indonesia. Ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Banyak artefak peninggalan Kerajaan Sriwijaya ditemukan di sekitar komplek candi Muaro Jambi. Banyak orang yakin masih banyak lagi yang belum ditemukan.
Lokasi
Alamat Komplek Candi Muaro Jambi terletak di Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Sekitar 1 jam dari Kota Jambi dengan jarak sekitar 26 kilometer.
Candi-candinya berada tidak jauh dari aliran sungai Batanghari. Memiliki 61 candi yang sudah termakan usia. Baru sebagian yang telah selesai dipugar.
Selain candi, juga ditemukan parit dan kolam. Fungsi parit untuk mengendalikan banjir dan sebagai jalur transportasi. Sedangkan kolam untuk menampung air. (Tolong diralat kalau salah).
Juga ditemukan 85 buah ‘menapo’, reruntuhan candi yang tertimbun tanah.
Jadi menurut cerita, komplek Candi Muaro Jambi ini ditemukan pada tahun 1823 oleh seorang Letnan Inggris S.C. Crooke. Dia sedang melakukan pemetaan untuk kepentingan militer. Belakangan diketahui komplek candi ini menempati area seluas 260 hektar.
Peta
Bisa lihat lokasinya di Peta Google ini.
Harga Tiket Masuk Candi Muaro Jambi
Untuk bisa masuk, melihat-lihat, dan menikmati berbagai pesonanya, kamu tidak harus mengeluarkan banyak biaya.
Karena cukup membayar sukarela saja.
Sempat datang di tahun 2012. Saat itu ada tiket masuk kalau tidak salah. Itupun hanya Rp. 8.000.
Baca juga:
* Mengenal Bunga Bangkai di Taman Konservasi Puspa Langka Bengkulu


Sejarah Candi Muaro Jambi
Para ahli memperkirakan komplek candi ini berasal dari abad ke-11 (kesebelas) Masehi.meskipun ada beberapa bangunan Hindu, Agama Budha menjadi ciri khas /dominan di Candi Muaro Jambi.
Banyak ditemukan peninggalan kuno dari China, menandakan kalau dulu daerah tersebut menjalin hubungan dengan beberapa dinasti China. Sebuah gong perunggu dengan pahatan tulisan China yang ditemukan, menurut penelitian berasal dari abad ke-11 dan ke-12. Saat itu merupakan pemerintahan Dinasti Song.
Selain itu, ada juga gunung kecil buatan manusia yang oleh masyarakat setempat disebut Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.

Bang Burjo yang menemani kunjungan kami saat itu bercerita, komplek candi ini menjadi komplek pusat pendidikan agama Buddha di saat itu. Agama Buddha Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas.
Nah, di saat kerajaan Sriwijaya sedang jaya-jayanya pada tahun 784, mereka mengutus mahasiswa ke universitas di Nalanda India. Untuk kepentingan pendidikan tersebut, Sriwijaya bahkan sampai membuat 2000 (dua ribu) kamar dan satu perpustakaan di Nalanda, untuk mahasiswa asal Sriwijaya.
Namun, Budha Dharma di India akhirnya harus mengalami kehancuran karena invasi dari negara lain, Lalu Universitas Nalanda pun pindah ke Sriwijaya. Pinda ke komplek Candi Muaro Jambi ini.
Baca juga:
* Muara Jambi Menuju Warisan Dunia


Pemugaran Candi
Ada banyak sekali candi di komplek ini. Namun baru 9 (Sembilan) candi yang dipugar. Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedung Satu, Gedung Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Saya dan kawan-kawan hanya sempat mendatangi 3 candi yang ada. Kami harus berjalan menyusuri jalan setapak. Mendatangi satu persatu 3 candi tersebut.
Di sepanjang jalan setapak, di kiri kanan kami banyak sekali bertebaran batu-batu bata. Bata-bata berumur ratusan tahun.


Wisata Sejarah Candi Muaro Jambi
Terus terang saja, saat ini saya sudah lupa banyak cerita yang disampaikan oleh Bang Borju (Mukhti) di tahun 2011 lalu. Hanya beberapa yang saya ingat.
Kami sempat diajaknya memasuki museum yang berada di dalam komplek. Di museum tersebut terdapat arca batu, dan juga arca dari batu bata. Ada juga gerabah dan keramik porselen.
Ada lempengan emas beraksara Jawa Kuno berisi mantra-mantra kepercayaan Budhisme. Ditemukan di gerbang Timur Candi Tinggi pada tahun 1984, saat dilakukan kegiatan pengupasan. Lempengan emas tersebut berukuran 12,5 cm x 4,2 cm. Beratnya 7,82gram.
Di museum tersebut, saya baru tahu kalau di Jambi juga memiliki aksara. Dikenal dengan nama Aksara Incung atau Aksara Kerinci. Di Indonesia hanya beberapa daerah yang diketahui mempunyai aksara sendiri. Termasuk Lampung dengan aksara Lampung.
Bang Borju juga bilang kalau wisatawan bisa berwisata menyusuri kanal-kanal kuno. Kanal-kanal tersebut merupakan jalur yang menghubungkan jalur sungai untuk menuju komplek-komplek candi.
Sayang sekali kami tidak bisa berlama-lama di Jambi. Hanya beberapa jam, kami harus balik arah kembali ke Sumatera Selatan.
Padahal ingin sekali mencoba kuliner khas Muaro Jambi dan menginap di rumah penduduk sekitar. Bang Borju bilang, untuk penginapan warga sekitar siap memberikan tumpangan. Warganya ramah-ramah katanya.



Tingkatkan Kunjungan Wisatawan
Saat ini sudah ada acara tahunan bertajuk Festival Candi Muarojambi. Pada Festival Candi Muarojambi 2017 di bulan Mei 2017, dibarengi dengan perayaan Waisak.
Agenda tahunan tersebut terdiri dari rentetan kegiatan seni dan budaya yang sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat.
Festival diadakan dengan tujuan promosi agar Candi Muaro Jambi dikenal lebih luas oleh masyarakat dan wisatawan. Dan untuk menambah tingkat kunjungan wisatawan ke Jambi.
Baca juga:
* Pesona Wisata Pulau Penyengat Kepulauan Riau

Delapan bangunan candi telah dilakukan pemugaran dan pelestarian secara intensif oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi. Siap kita datangi dan kita pelajari sejarahnya.
Terima kasih bang Borju yang sudah menemani kami dan menjelaskan banyak hal tentang Candi Muaro Jambi. Lain waktu saya muda-mudahan saya bisa datang lagi.
Candi ini masih misteri buat saya, karena belum banyak tahu dan belum banyak menggali lebih dalam cerita-cerita
Yuk kita ke Candi Muaro Jambi, lihat-lihat peninggalan kuno berupa candi, gerabah, kanal, kolam, dan sebaginya. Juga rasakan keramahan masyarakat dan kuliner lokal di sana.
Terima kasih sudah berkunjung ke travel blog saya 🙂
Aku sudà h berkunjung ke candi muaro tapi malas banget nulisnya. Saat mengelilingi aku membayangkan mahasiswa-mahasiswa kuno berkeliling disana usai belajar, atau duduk dibawah pohon sambil merapal mantra mantra. Seru kalau jalan dibarengi imajinasi sendiri