Yadnya Kasada 2018, Bromo – Melihat dan menikmati keindahan warna-warni alam Bromo sudah luar biasa, apalagi kalau menikmatinya di saat yang bersamaan dengan keindahan budaya lokalnya. Benar-benar luar biasa dikombinasi dengan budaya Suku Tengger yang unik dalam ritual Yadnya Kasada. Pengalaman yang sangat berkesan, itulah yang saya rasakan pada 29-30 Juni 2018 lalu.
Ini pengalaman saya untuk yang pertama kali menikmati Eksotika Bromo sekaligus dengan kekayaan budaya nusantara yang hanya ada di Bromo, yaitu Yadnya Kasada. Sebuah upacara sesembahan warga Hindu Tengger setiap bulan Kasada hari ke-14 dalam penanggalan Jawa. Simak terus ya..
Sejarah Yadnya Kasada
Ritual Yadnya Kasada ini dipercaya merupakan warisan dari para leluhur mereka yang menghormati Kisah suami istri Joko Seger dan Roro Anteng, serta anak anak bungsu mereka, Raden Kusuma sang anak ke-25 yang rela mengorbankan dirinya ke dalam kawah Gunung Bromo.
Jadi ceritanya, saat kerajaan Majapahit runtuh Rara Anteng (Putri Raja Majapahit) dan Jaka Seger (Putra Brahmana), bersama pasukan mereka mengasingkan diri ke daerah sekitaran Bromo ini. Jaka Seger dan Rara Anteng membangun pemukiman lalu menjadi penguasa daerah tersebut. Memerintah di sana dengan julukan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger. Yang artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”.
Kebahagian mereka terasa tidak lengkap karena mereka tidak kunjung dikaruniai keturunan. Akhirnya mereka berdua melakukan semedi (bertapa) di Puncak Bromo. Di saat bersemedi itulah mereka mendengar suara gaib yang mengatakan bahwa doa mereka dikabulkan. Namun syaratnya bila telah mempunyai keturunan, anak bungsu mereka harus dikorbankan ke Kawah Bromo.
Singkat cerita mereka akhirnya mempunyai 25 putra-putri. Namun karena sayang dan tidak tega untuk mengorbankan anak bungsu, mereka ingkar janji. Dewa marah dan mengancam akan menimbulkan malapetaka. Lalu terjadilah keadaan sekitar menjadi gelap gulita, Kawah Bromo mengeluarkan api.
Raden Kusuma anak ke-25 (bungsu) lenyap terjilat api Gunung Bromo. Lalu terdengar suaranya yang kira kira begini, “Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo”.
Sejak itulah masyarakat Tengger secara turun temurun mengadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan di kawah Bromo hingga sekarang.
(Disadur dari wikipedia)
Baca Juga: Eksotika Bromo 2018, Gabungan Keindahan Alam dan Keunikan Budaya
Pura Luhur Poten
Dari homestay pukul 02:30 dini hari kami menuju Pura Luhur Poten di kaki Bromo. Tidak sampai 30 menit kami sudah sampai di parkiran Luhur Poten yang sudah disesaki oleh warung-warung dadakan dan kendaraan yang parkir.
Di pura ini dilangsungkan rangkaian kegiatan Yadnya Kasada 2018, seperti pengangkatan dukun, dan doa-doa, sebelum melakukan larung sesaji di kawah Bromo.
Nampak beberapa warga Tengger yang menginap menggunakan tenda di sekitar pura. Beberapa diantaranya masih duduk-duduk mengitari api unggun untuk menghangatkan badan. Selebihnya, ada yang sudah duluan larung sesaji di atas sejak pukul 01:00, dan sebagian masih mengikuti acara di pura.
Sekitar pukul 04:00 seluruh ritual di pura selesai, satu persatu rombongan warga suku Tengger keluar pura membawa sesembahannya.
Poten: tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala/zone. (Wikipedia)
Jalur Pendakian Kawah Bromo
Kami pun mulai mendaki lereng Bromo bersama dengan warga Tengger dan ribuan wisatawan lain. Sebagian sudah berada di atas menunggu warga Tengger yang akan melemparkan sesajian.Menembus gelapnya lautan pasir Bromo yang bersuhu 10 derajat celcius. Hingga akhirnya sampai di pelataran yang agak luas sebelum menaiki anak tangga dari semen.
Tidak bisa mendaki dengan cepat, karena jalur anak tangganya tidak lebar. Ada jalur naik di sebelah kiri dan jalur turun di sebelah kanan kita. Kalau rombongan di depan kita berhenti, mau ga mau kita juga harus berhenti mendaki. Itung-itung sekalian istirahat juga sih. Kalau agak kosong di jalur sebelah, baru kita bisa mendahului.
Kawah Bromo
Sesampainya di puncak kawah, sudah banyak wisatawan yang berjubel di sana. Saya yang masih di anak tangga harus menungu sekitar 10 menit untuk sampai di atas. Matahari sudah hampir muncul, suasana meriah sudah bisa terlihat jelas. Perlahan-lahan menggeserkan kaki untuk maju, mencari spot yang enak untuk memotret suasana matahari terbit. Dan tentu saja melihat akhir dari ritual Yadnya Kasada 2018.
Sebelumnya sempat membaca satu ulasan yang mengatakan kawah Bromo terlalu sempit untuk didatangi oleh wisatawan. Dan pagi itu saya alami sendiri, susah untuk berpindah posisi setelah lepas dari anak tangga. Kita harus berhati-hati agar tidak terpeleset jatuh. Sedangkan ke arah kawah cukup aman, karena ada pagar pembatas yang cukup kokoh menahan badan wisatawan.
Larung Saji / Ongkek
Yang ditunggu-tunggu oleh wisatawan yang datang sejak hari masih gelap ya larung saji ke kawah Bromo. Banyak yang sudah berada di atas sejak hari masih gelap. Tahan dengan udara dingin yang menusuk-nusuk kulit untuk menyaksikan rangkaian akhir dari Yadnya Kasada 2018.
Warga Suku Tengger melarungkan sesajian yang telah didoakan di Pura Luhur Poten, mempunyai harapan hasil bumi mereka semakin meningkat sehingga bisa lebih makmur. Selain untuk terhindar dari segala bahaya dan malapetaka.
Sesajian, atau disebut dalam bahasa lokalnya “ongkek”, berupa hasil bumi dan hewan ternak. Ditambah dengan berbagai macam daun dan bunga.
Jika umat Hindu lain tidak mengambil dan memakan sesajian, maka berbeda dengan warga Tengger. Mereka bahkan rela menentang bahaya di lereng kawah bagian dalam untuk berebut sesajian yang dilempar. Saat saya melipir di atasnya, ada satu grup jurnalis TV asing sedang meliputnya.
Sesaji/ongkek yang berhasil ditangkap, bisa mereka bawa pulang untuk diolah dan dimakan. Di sini tidak ada pantangan untuk mengambil sesaji di kalangan mereka.
Saat hendak turun pulang, saya melihat seorang gadis Tengger ikut berebut di bawah. Bagi kita yang biasa dengan lahan datar di perkotaan, melihat fenomena alam begini tentu saja sudah cukup membuat ngeri. Nah, melihat ada seorang perempuan berani ikut berebutan ongkek di lereng kawah Bromo, tentu saja ini mengagumkan.
Saat di dekat jurnalis TV asing tadi, saya sempat mendengar penjelasan warga Tengger yang diwawancara. Selama ini tidak pernah ada kecelakaan yang sampai merenggut nyawa. Kalaupun rebutan dan sampai merosot, tidak pernah merosot jauh sampai masuk ke dalam kawah. Aman-aman saja katanya.
Bagaimana Menuju Bromo
Untuk menuju Bromo bisa dengan moda transportasi bus, kereta dan pesawat, baik ke Surabaya ataupun ke Malang. Banyak penerbangan langsung menuju Bandara Juanda Surabaya maupun Bandara Abdul Rachman Saleh Malang.
Dan baiknya sebelum pergi kita cari dulu mobil sewa antar/jemput menuju Bromo. Sehingga begitu sampai di Surabaya atau Malang, kita langsung dijemput dan diantar ke Bromo.
Baca juga ya: Pesona Perang Pandan di Karangasem Bali
Penginapan
Saat ini sudah banyak penginapan di sekitaran desa Wonokerto, Jetak, Ngadas, Wonotoro, Ngadisari. Ada hotel berbintang, dan banyak sekali homestay yang sudah siap melayani tamu. Semuanya masuk ke wilayah administratif kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Mau yang mempunyai view indah lautan pasir Bromo, cari penginapan di sekitaran dusun Cemorolawang desa Ngadisari, Sukapura. Ada Lava View Lodge Hotel, Hotel Bromo Permai 1, Cemara Indah Hotel.
Sedangkan saya dan kawan-kawan menginap di “Homestay Ana Tengger”. Berjalan kaki pagi hari sejauh 250 meter ke arah Cemara Indah Hotel, kita sudah bisa menatap lautan pasir Bromo dengan Gunung Batok dan Gunung Bromo yang berdiri dengan megahnya.
Makan? Banyak tempat makan di sekitaran Ngadisari khususnya, dan Sukapura. Jadi ga perlu kawatir soal makan. Banyak warung-warung yang menjual rawon, soto, mie, dan lainnya.
Tips
Suhu udara di sekitaran Bromo sekitar 10-12 derajat celcius di malam hari. Dan sekitar 16-20 derajat celcius di siang hari.
Baiknya ya bawa baju hangat dari rumah agar tidak salah kostum saat sudah sampai. Dan perlu juga beli penutup kepala (kupluk) serta sarung tangan di sekitaran penginapan. Saat tidur bisa gunakan kupluk dan sarung tangan, serta kaus kaki, agar dinginnya udara tidak mengenai tubuh kita.
Bawa juga masker penutup hidung, karena banyak sekali debu beterbangan saat kita naik dan turun Gunung Bromo. Kalaupun lupa coba beli di beberapa toko di dekat penginapan. Di sekitaran Ngadisari ada toko yang menjual masker mulut dan hidung ini.
Dan tentu saja jaga kesehatan dan stamina saat berangkat yaa.
Pesona Yadnya Kasada 2018
Bagi saya, Baik Eksotika Bromo 2018 dan Yadnya Kasada 2018, adalah satu kemasan pariwisata yang memesona. Sangat layak didatangi dan sangat direkomendasikan karena masuk dalam salah satu Calendar of Events Kementerian Pariwisata.
Dalam Eksotika Bromo 2018 sebagai pembuka dari acara inti Yadnya Kasada, kita bisa melihat pertunjukan seni tari, musik, puisi, dan nyanyian. Dan di upacara Yadnya Kasada, kita bisa menikmati kekayaan budaya Nusantara berupa ritual turun temurun masyarakat Suku Tengger yang unik.
Sukses buat Eksotika Bromo 2018 dan Yadnya Kasada. Sukses buat Bromo yang merupakan top 10 destinasi prioritas pariwisata Indonesia.